Sindroma koroner akut (SKA) atau acute coronary syndrome (ACS) merupakan suatu spektrum penyakit jantung coroner yang meliputi angina tidak stabil (unstable angina pectoris/UAP), infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST/STEMI) dan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (IMA-non EST/NSTEMI). Infark miokard akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Di Amerika Serikat setiap tahun terdapat 785.000 kasus IMA dan 470.000 lainnya mengalami infark berulang, kasus baru IMA timbul setiap 25 detik dan setiap menit satu orang meninggal karena penyakit ini. Saat ini belum ada data nasional terkait epidemiologi sindroma koroner akut Indonesia, akan tetapi menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 penyakit jantung koroner yang termasuk di dalamnya sindroma koroner akut merupakan penyebab kematian paling banyak setelah stroke dan hipertensi.
Diagnosis dini dan tatalaksana yang adekuat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas SKA. Peran dokter umum atau dokter layanan primer sebagai sangat penting, sebagai penyedia jasa layanan medis yang pertama kali didatangi oleh pasien pada sebagian besar kasus. Sama seperti kegawatdaruratan medis lainnya, waktu sangat penting pada SKA, semakin cepat pasien mendapat tatalaksana yang adekuat, maka akan semakin baik prognosis pasien, sebaliknya semakin terlambat dikenali dan mendapat tatalaksana optimal, akan semakin banyak komplikasi yang timbul seperti syok dan henti jantung (cardiac arrest). Oleh karena itu, penguasaan diagnosis dan tatalaksana SKA saja tidak cukup, dibutuhkan pengenalan dini dan sistem penanganan gawat darurat (emergency medical services) yang baik agar pasien dapat ditangani secepat mungkin.